Rabu, 15 Februari 2012

Tongkat Punya Siapa, A Little Something About Giving

Whew, lama gak nge'pin nih gabus, mm, karena belum sempat menjejakkan kaki kemana-mana karena, ehem, sesuatu hal, jadinya sekarang nge'pin yang baru aku dapat dari my recent activity aja deh. Just read a book, buku agak lama sih, cuman kemarin sengaja pas on the bus baca-baca lagi, sambil nungguin pak kernet melilitkan tali rafia ke spion samping bus yang udah gak nempel lagi di gagangnya, dan pak sopirnya hebat, masih nyantai aja gitu jalan dengan spion yang hampir 3/4 bagiannya tertutup terlilit tali rafia, bener-bener merasa teraniaya aku sepanjang perjalanan ==" Eits, this story isn't about those wrecked spion kok, yuk lanjut..

This story is about a chapter of a book, mm, copas sih, just wanna share some of the morals :) Bukunya judulnya "Fulfilling Life: Merayakan Hidup yang Bukan Main" karya Parlindungan Marpaung, buku pertamanya sempet jadi best seller, judulnya "Setengah Isi Setengah Kosong". Apik, recomended buat yang hobi baca, aman juga buat yang hobi stand-up reading karena kisah-kisah didalamnya cukup singkat dan sederhana :)


Aish, kapan ceritanya ini, dari tadi intro terus, tadaa, here's the story..

Tongkat Punya Siapa
"Suatu malam ketika hujan lebat, seorang penunggang kuda berhenti di pinggiran sebuah hutan tidak jauh dari tepian sungai. Dia ingin berteduh. Setelah mencari, akhirnya dia menemukan sebatang tongkat panjang dan menancapkannya kuat-kuat, sehingga kudanya bisa ditambatkan di sana. keesokan harinya, ketika akan berangkat meneruskan perjalanan dia berpikir bagaimana dengan tongkat ini, apakah dibawa? 'Ah, biarkan saja di sini, siapa tahu ada penunggang kuda lain yang bernasib sama seperti saya dan mau menggunakan tongkat ini' Lalu dia pun meneruskan perjalanannya.

Tak lama kemudian lewatlah seorang petualang yang akan merambah hutan. Melihat tongkat yang berdiri tegak tertancap di tanah dia berpikir, ini akan membahayakan orang lain yang lewat apalagi jika malam hari, tentu akan tersandung. Dia pun mengubah posisi tongkat tersebut, digeletakkan ke tanah sehingga tidak mengganggu pejalan kaki dan dia pun meneruskan perjalanannya bertualang.
Berikutnya lewat seorang pemancing yang akan memancing ikan tidak jauh dari tempat tersebut. Melihat ada sebuah tongkat panjang yang tergeletak di pinggir jalan, dia langsung berteriak ' Ahaa.. sudah dari tadi aku mencari tongkat untuk mengukur kedalaman sungai sehingga aku bisa memancing ke tengah sampai batas pinggang, akhirnya ketemu juga!'

Dia pun membawa tongkat tersebut lalu dipakainya untuk mengukur kedalaman tepian sungai, agar dia bisa mendapatkan ikan yang lebih besar dengan memancing agak ke tengah sungai. Akhirnya memang benar, sang pemancing mendapatkan ikan yang cukup banyak dan besar berkat tongkat panjang tersebut. Dengan muka berseri-seri, dia pulang sambil mengucapkan terima kasih kepada "tongkat" yang telah berjasa menolongnya mengukur kedalaman tepian sungai. Selanjutnya, dia berpikir tongkat tersebut tidak akan dibawanya pulang, namun dibiarkannya saja tergeletak di tepi sungai tersebut, siapa tahu ada pemancing lain yang membutuhkan agar sukacita yang dirasakannya sekarang dapat juga dirasakan oleh pemancing lainnya kelak.

Selang beberapa hari kemudian, tidak ada seorangpun yang melewati daerah tersebut dan tongkat pun tergeletak saja di tepi sungai. Semakin hari tongkat tersebut semakin kering. Hingga lewatlah seorang lelaki pencari kayu yang sudah ke sana kemari belum menemukan kayu kering. Dia membutuhkan kayu kering untuk dijadikan kayu bakar untuk menanak nasi bagi keluarganya. Semua kayu yang diperoleh kurang bagus untuk memasak, hingga dia menemukan sebatang tongkat kering yang agak panjang untuk dijadikan kayu bakar. Dengan menggunakan parangnya kayu tersebut dipotong-potong untuk dijadikan kayu bakar dirumahnya."

Sesungguhnya apa yang kita miliki saat ini hanyalah bersifat sementara, sehingga rasanya agak berlebihan jika seseorang mengklaim bahwa apa yang dimilikinya saat ini adalah miliknya yang abadi selamanya. Tidak ada satu orangpun di dunia ini bisa memiliki segala sesuatu tanpa sepengetahuan Sang Khalik. Dia yang memberi, Dia pula yang dapat mengambilnya dalam sekejap. 

Itulah sebabnya, semakin seseorang menerima dan memiliki segala sesuatu, baik fisik, maupun non fisik seyogyanya harus semakin hidup rendah hati dan syukur. Sudah saatnya, apa yang dimiliki dibagikan kepada orang lain, agar orang lain pun dapat merasakan berkah Sang Khalik melalui uluran tangan kita.

Orang yang memberi tidak akan pernah kekurangan. Namun mereka yang sulit memberi justru akan selalu merasa kekurangan dan ketakutan. Di dalam pemberian ada kebahagiaan dan kebersamaan. Melalui pemberian, kita menyadari bahwa sesungguhnya manusia itu tidak sendiri dalam menjalani kehidupan sehari-harinya. Bukankah segala sesuatu ada masanya? Ketika masa yang datang kurang menguntungkan dan menjadi beban, bukankah Sang Khalik dapat menggunakan tangan orang lain untuk menolong kita? ~ dikutip dengan sedikit mengurangi kata-kata :)

So, sudah seringkah kita meng-estafet-kan apa-apa yang pernah Dia sisipkan di hidup kita? Bukankah nikmat yang Dia berikan juga tak pernah dapat kita hitung jumlahnya? Dan bukankah Dia juga berjanji untuk memberi jauh lebih banyak ketika kita mensyukuri dan mau membagi nikmat yang kita terima? Memberi gak harus nunggu kita kaya, justru dengan memberi, maka Dia lah yang akan mengayakan kita, rite ;)

Have a wonderful life guys,
see ya at the next stories :)

0 komentar:

Posting Komentar