Iseng-iseng browsing folder file lama, jaman-jaman masih SMA, nemu deh beberapa file yang aku sendiri hampir lupa pernah masukin file-file itu ke memory si toshiblue. Setelah sedikit berkonsentrasi untuk mengingat-ingat asal mula file-file itu, I finally got it, file-file itu bermula dari tugas-tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia. Adalah file-file yang berisi contoh-contoh karya sastra yang tetiba menarik perhatianku. Well, aku bukan orang sastra, pengetahuanku tentang sastra juga cuma sebatas materi-materi jaman SMP-SMA yang itupun juga gak semuanya masih nyantol di memori, hee, but I just love to read. So far, reading never be a waste for me, apapun itu bentuk bacaannya. Jadi inget, Pak Ary Ginanjar-nya ESQ pernah bilang di salah satu testimoninya di sebuah buku, "Tidak ada sahabat dan teman yang lebih baik daripada sebuah buku, dia tidak pernah mengeluh, tidak pernah menuntut, bersamanya penuh kenangan membawa kebermanfaatan.", begitulah, buatku yang namanya membaca itu pasti ada manfaatnya, apapun itu.
Balik lagi ke file-file contoh karya sastra yang tersimpan di folderku, aku pun ketemu sama beberapa puisi karya Sapardi Djoko Damono, beberapa menarik, beberapa, jujur, aku gak begitu paham isinya, hee.. So here I want to share some that I find it interesting. Selamat menikmati :)
Berjalan ke Barat Waktu Pagi Hari
waktu berjalan ke barat di waktu pagi hari matahari mengikutiku di belakang
aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang memanjang di depan
aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang telah menciptakan bayang-bayang
aku dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang harus berjalan di depan
Sihir Hujan
Hujan mengenal baik pohon, jalan, dan selokan
-- swaranya bisa dibeda-bedakan;
kau akan mendengarnya meski sudah kaututup pintu dan jendela.
Meskipun sudah kau matikan lampu.
Hujan, yang tahu benar membeda-bedakan, telah jatuh di pohon, jalan, dan selokan
- - menyihirmu agar sama sekali tak sempat mengaduh
waktu menangkap wahyu yang harus kaurahasiakan.
Aku Ingin
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.
Selamat Pagi Indonesia
selamat pagi, Indonesia, seekor burung mungil mengangguk dan menyanyi kecil buatmu.
aku pun sudah selesai, tinggal mengenakan sepatu,
dan kemudian pergi untuk mewujudkan setiaku padamu dalam kerja yang sederhana;
bibirku tak biasa mengucapkan kata-kata yang sukar
dan tanganku terlalu kurus untuk mengacu terkepal.
dan tanganku terlalu kurus untuk mengacu terkepal.
selalu kujumpai kau di wajah anak-anak sekolah,
di mata para perempuan yang sabar,
di telapak tangan yang membatu para pekerja jalanan;
kami telah bersahabat dengan kenyataan untuk diam-diam mencintaimu.
pada suatu hari tentu kukerjakan sesuatu agar tak sia-sia kau melahirkanku.
seekor ayam jantan menegak, dan menjeritkan salam padamu,
kubayangkan sehelai bendera berkibar di sayapnya.
kubayangkan sehelai bendera berkibar di sayapnya.
aku pun pergi bekerja, menaklukan kejemuan, merubuhkan kesangsian,
dan menyusun batu-demi batu ketabahan,
benteng kemerdekaanmu pada setiap matahari terbit,
o anak jaman yang megah,
benteng kemerdekaanmu pada setiap matahari terbit,
o anak jaman yang megah,
biarkan aku memandang ke Timur untuk mengenangmu
wajah-wajah yang penuh anak-anak sekolah berkilat,
para perepuan menyalakan api,
dan di telapak tangan para lelaki yang tabah
telah hancur kristal-kristal dusta, khianat dan pura-pura.
Selamat pagi, Indonesia, seekor burung kecil memberi salam kepada si anak kecil;
terasa benar : aku tak lain milikmu
ia duduk di atas batu dan melempar-lemparkan kerikil ke tengah kali
ia gerak-gerakkan kaki-kakinya di air sehingga memercik ke sana ke mari
ia
pandang sekeliling : matahari yang hilang - timbul di sela goyang
daun-daunan, jalan setapak yang mendaki tebing kali, beberapa ekor
capung
-- ia ingin yakin bahwa benar-benar berada di sini
Satu lagi nih yang menurutku menarik, puisi karya Michael Augustine yang udah diterjemahkan dari bahasa Jerman ke bahasa Indonesia, here it is :)
Aku Iba
Aku iba
Pada orang berjaket merah
Yang selama dua puluh lima tahun terakhir
Merindukan sebuah jaket biru
Namun selalu dan selalu membeli
Jaket merah bagi dirinya sendiri
Aku iba
pada musim dingin
yang tak akan menyaksikan musim panas
Aku iba
pada anak-anak kecil itu
yang pada diri mereka
kedewasaan sudah mulai mengintai
Aku iba
pada kata sia-sia
yang akan selamanya jadi sia-sia
Aku iba
pada pertanyaan
yang setiap orang, hingga orang terakhir
merasa tahu benar jawabannya
Aku iba
pada romo itu
yang tiba-tiba lupa kata amin
sehingga terpaksa terus berkhotbah
hingga kiamat
Aku iba
pada pengejar kebahagiaan
yang tanpa dia ketahui
telah dimilikinya sejak lama
dan tak juga menyadari
bahwa segala kebahagiaan akan sirna
Aku iba
pada gema yang sekali saja
ingin menjadi suara yang utama
Aku iba
pada puncak lelucon
yang selalu baru boleh tampil terakhir
Aku iba
pada sarung tangan kedua
dari si lengan satu
Aku iba pada keseriusan
yang disangka setiap orang
sebagai mainan
Aku iba
pada masa depan
yang tiap detik
kian mengangsut
dan membuat masa lalu
makin membesar
Aku iba
pada cermin di kamar mandi
yang tiap pagi terkejut ngeri
saat kubercermin padanya
Aku iba
pada paralel
yang pasti akan tabrakan
di ketidakberhinggaan
Aku iba
pada sajak ini
0 komentar:
Posting Komentar